Hingga kini studi puisi belum berhasil memberikan batasan teks puisi yang secara luas dapat diterima. Mengherankan, tetapi hal ini dapat dimengerti. Mengherankan karena sulit untuk mengharap suatu bidang ilmu dapat menjelaskan bidang ilmunya dengan istilah sedemikian rupa sehingga memperoleh konsensus dalam bidangnya itu. Dapat dimengerti karena tidak pernah ada garis pemisah yang jelas antara teks puisi dan nonpuisi. Garis pemisah ini telah dihapus di masa lalu dan akan terus dihapuskan di masa mendatang. Alasan penghapusan ini disebabkan oleh rumitnya struktur objek penelitian dan evaluasi yang selalu berubah terhadapnya. Juga faktor metode yang digunakan untuk mendefinisikan konsep teks puisi merupakan faktor yang menyebabkan kacaunya konsep.
Jika seseorang mencermati kekacauan ini, agaknya Morris Weitz-(1960)-lah yang benar. Menurutnya, seseorang mencari terlampau lama dan sia-sia untuk batasan objek estetik dan subkategorinya. Menurut Weitz, konsep seni merupakan suatu konsep terbuka yang tidak memungkinkan adanya definisi operasional. Pada sisi lain, mungkin mendefinisikan apa yang oleh Weitz disebut sebagai konsep tertutup, misalnya “tragedi Yunani”. Ciri-ciri umum semua tragedi Yunani yang terkenal mungkin dikumpulkan, untuk selanjutnya sebuah definisi terhadap tragedi Yunani dapat dibuat. Selanjutnya Fokkema menyarankan bahwa “menghindari definisi konsep puisi berarti akhir dari pendekatan yang sistematik terhadap studi puisi” (Fokkema, 1974a:254). Zdenko Skreb melihat suatu definisi baru tentang suatu objek, yakni teks puisi, sebagai tugas yang paling urgen bagi penelitian teori puisi (Skreb, 1973:29).
Definisi-definisi dan hipotesis kerja tentang istilah seperti literature, literary, dan literary text yang dirumuskan beberapa tahun terakhir bercirikan dua aspek yang ada dalam kebanyakan definisi. Di satu pihak kualitas tekstual disebutkan sebagai elemen konstitutif konsep puisi; sementara di pihak lain tekanan diberikan pada nilai-nilai yang oleh pembaca diberikan pada suatu teks. Kualitas-kualitas tekstual yang sering dipertimbangkan secara khusus bersifat kessatraan adalah penyimpangan penggunaan bahasa dan fiksionalitas teks. Jadi, Austin Warren dan Rene Wellek yakin bahwa ciri pembeda puisi dapat dijumpai dalam “pemakaian khusus yang dibuat terhadap bahasa”’ mereka menekankan ciri konotatif bahasa puisi dan hakikat fiksional puisi (Wellek dan Warren, 1949:22—23).
Objek studi puisi yang berorientasi pada semiotik tidak harus berupa teks puisi seperti yang dianggap sebagai bagian dari proses komunikasi atau dalam istilah Wienold ‘pemrosesan teks’. Pendeknya, bidang penelaah-an ilmu puisi diterima sebagai proses total tentang komunikasi kepuisian, komunikasi puisi dianggap subsistem dari sistem komprehensif komunikasi verbal dalam masyarakat (Schmidt, 1976:242). Schmidt secara meyakinkan membagi proses global komunikasi puisi menjadi empat komponen, yaitu produksi teks, teks, transmisi teks, dan resepsi teks. Perbedaan-perbedaanya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Aktivitas produser, pengarang: sebagai contoh tentang jenis ini adalah penelitian terhadap varian tekstual yang mungkin disebutkan. Ini memungkin-kan suatu insight ke dalam aktivitas pengarang yang akan mengarah pada produksi teks. Kegiatan interpretatif langsung dipusatkan pada suatu teks. Transmisi teks: di antara hal-hal lain, sosiologi puisi mempelajari cara ketika teks didistribusikan melalui perantaraan editor, penerbit, toko buku, dan sebagainya, dan akhirnya mencapai para pembacanya. Kegiatan penerima, pembaca: Rezeptionaesthetik (estetika resepsi) merupakan suatu sasaran muta-khir yang berkenaan dengan studi reaksi-reaksi pembaca terhadap teks puisi.
Lotman memberikan konsep teks puisi sebagai sebuah arti “netral” (tidak khusus linguistik). Hal itu dicirikan oleh tiga hal. Sebuah teks berciri eksplisit: sebuah teks diungkapkan dengan sarana tanda-tanda dan itu membedakannya dengan struktur ekstra tekstual yang tidak diungkapkan. Teks juga terbatas: sebuah teks mempunyai awal dan akhir karena berbeda dengan semua struktur lain yang tidak memiliki ciri “terbatas”. Terakhir, sebuah teks adalah terstruktur: sebuah teks tidak mempunyai susunan arbitrer antara dua batasnya. Sebuah teks mempunyai organisasi internal yang membuatnya menjadi sebuah keseluruhan yang terstruktur pada level sintagmatik. Yang diistilahkan Lotman sebagai “teks” seperti istilahnya tentang “bahasa”, merupakan istilah teknis, tidak bersangkutan dengan arti umum, misalnya sejumlah kata-kata tertulis dalam bahasa Inggris. Sebagai misal, lukisan, film, atau sebuah soneta juga disebut teks.
Satu masalah penting adalah dalam hal apakah teks estetis berbeda dengan teks nonestetis. Dengan referensi Formalisme Rusia dan Strukturalisme Praha, akan diusulkan hipotesis kerja: sebuah teks estetis adalah seperangkat tanda yang eksplisit, terbatas, dan terstruktur, serta fungsi estetisnya dirasakan dominan oleh pembaca. Dalam definisi ini fungsi estetik yang ditujukan pada sebuah teks oleh pembaca bersifat decisive terutama berkaitan dengan perbedaan antara teks estetis dan teks nonestetis. Dari sudut pandang semiotik, dengan demikian, harus terdapat indikasi di dalam teks atau dalam situasi komunikasi untuk memperkuat judgement penerima (pembaca).
Analog dengan penjelasan tentang teks estetis di atas, definisi kerja tentang teks puisi adalah: sebuah teks puisi adalah seperangkat tanda-tanda verbal yang eksplisit, terbatas, dan terstruktur, serta fungsi estetisnya dirasakan dominan oleh pembaca. Dalam definisi ini, “pembaca” disebutkan; jelas bahwa hal itu merupakan suatu generalisasi yang selanjutnya harus dibuat spesifik. Apa yang menyebabkan pembaca menyebut-nyebut fungsi estetis suatu teks? Sebuah teks puisi akan berisi sejumlah stimulus yang mempunyai efek estetis bagi penerima dan dengan demikian menyebabkan teks memiliki fungsi estetik bagi pembaca. Misalnya, mungkin rima dan penyimpangan pemakaian bahasa memiliki efek estetis terhadap pembaca sehingga dia akan menetapkan fungsi estetis ada pada teks itu. Fungsi estetis menunjukkan bahwa dalam situasi komunikasi minat si pembaca pertama-tama terarahkan pada teks sebagai sebuah keseluruhan tandaa-tanda verbal yang tersusun. Dalam kasus ini, cara ketika teks distrukturkan bersaing kuat dengan isi yang disampaikan.
Akhirnya, marilah kita ingat definisi kerja tentang konsep “teks puisi” sebagai seperangkat tanda-tanda verbal yang eksplisit, terbatas, dan terstruktur; dan fungsi estetisnya dirasakan dominan oleh pembaca. Definisi bergantung pada keputusan pembaca dan dengan demikian, hal itu memerlukan suatu penilaian terhadap responsnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!