TEORITIKUS. Pertanyaan paling sering dikemukakan pada berbagai kesempatan, apalagi setelah buku Menulis Sangat Mudah beredar secara nasional: “Apa yang Bapak tulis sudah dibaca. Saya paham. Termotivasi. Tapi, susah memulai menulis. Bagaimana ini Pak?” Pertanyaan model begitu, saking banyaknya, susah juga menjawabnya he he.
Susah dalam arti sukar, tidak mudah tentu bukan pada tataran memahami, tetapi melakukan. Dalam melakukan sesuatu, kita berurusan dengan diri sendiri. Tidak seorang pun mampu mengatasinya kecuali diri sendiri.
Sudah sering ditulis, pengetahuan, teori, diskusi atau apalah namanya, baru pada tahap ‘angan-angan’. Sesuatu yang berbeda dengan menulis, melakukan. Para teoritikus (menulis) sangat piawai membahas perihal menulis dari a sampai z, tetapi belum tentu menulisnya. Aktivitas menulis ditandai dengan adanya tulisan.
Sebaliknya, mereka yang melakukan menulis, sesedikit apa pun pengetahuan teoritisnya, belajar dari melakukan, dari pengalaman, bisa jadi lebih produktif. Contoh konkret dalam bandingannya, secara teori, dalam analisis, apa saja persoalan ekonomi bangsa ini bisa diatasi oleh pakar-pakar ekonomi. Mereka belajar pada perguruan tinggi terbaik, di dalam dan luar negeri. ‘Mengendalikan’ ekonomi bangsa telah dilakukan. Hasilnya? Semut pun tahu. Sekali lagi, antara teori dan melakukan (menulis) dua hal berbeda.
Menulis Melakukan
Dalam bahasa provokatifnya, belajar menulis sampai ke akhirat sekalipun, kalau tidak melakukan menulisnya, ya tidak akan ada tulisan. Tepatnya, praktik penting dan mendasar. Kenapa Andrea Hirata mampu menulis tetralogi novel yang menghentak? Karena melakukan. Kalau dia tidak bohong, menurutnya dia bukan pelajar sastra, atau mengaku-ngaku sastrawan. Tapi, sekali lagi, menulis sastra.
Andrea Hirata hebat pastilah itu. Coba perhatikan, banyak orang menulis tentang ini-itu perihal Hirata. Ada yang memperkirakan pendapatan Hirata. Salah? Tentu tidak. Paling-paling ditertawakan. Membanggakan penulis Laskar Pelangi tersebut dan dengan demikian seolah-olah sehebatnya. Kalau ditanya: Karya Sampeyan mana? Tahu rasa dia.
Mengagumi penulis hebat itu sehat. Yang ‘penyakitan’ adalah seolah-olah bak Hirata ketika menulis tentangnya. Saya anjurkan, bangun kemampuan menulis dengan melakukan, melatih diri, yang mana tahu nantinya bisa lebih hebat dari penulis-penulis hebat saat ini. Jangan membangun sukses dalam angan-angan. Jangan menumpang kesuksesan orang.
Kalau sadar memulai menulis susah, atasi dengan melakukan. Jangan disusah-susahkan. Susah kok dipelihara dan dibanggakan. Bagaimana caranya? Mudah saja Bro. Tulis tentang kesusahan tersebut, susahnya memulai menulis. Misal, ketika memulai kepala gatal-gatal, digaruk, dan entah kenapa, bawaannya kencing melulu. Buku rujukan dicari-cari tidak bertemu. Lupa. Menulis jadi susah, susah dan menyusahkan. Hadapi kesusahan tersebut. Kalau takut dihantam peluru pegang senjatanya.
Langsung Tulis
Berikut resep membunuh susah dan kesusahan menulis.
Pertama, pelajari mengapa susah (memulai) menulis dan tulislah tentang susahnya memulai menulis. Pasti menjadi tulisan. Jangan didiskusikan atau dikeluhkan. Tulis, tulis, dan tulis tentang susahnya menulis. Ibaratnya, agar kepala tidak gatal-gatal, mandi dululah. Sampo sampai bersih. Kalau kepala bersih tidak mungkin gatal-gatal. Kalau melakukan mana mungkin malas bergayut.
Kedua, susah dan kesusahan dalam menulis bisa jadi karena kebiasaan. Kebiasaan mengeluh dan berteori yang berkarat dikikis dengan melakukan. Alasan khas mereka yang berkehendak tetapi tidak terwujud. Untuk pembenaran dicari-cari alasan.
Ketiga, mencampakkan alasan. Buat apa membela, mengembangbiakkan saraf alasan. Mereka yang terbiasa beralasan, berkilah, karena tidak membangun kemampuan menulis dengan melakukan. Menulisnya malas lalu dicari kambing yang hitam. Aya aya wae.
Keempat, kembali ke awal tulisan, susah menulis urusan pribadi, tersebab kemampuan, dikendalikan pikiran kurang cerdas. Cerdaskan. Lawan dengan menulis. Tulis, tulis, dan tulis. Habis perkara. Lakukan.
Jangankan dalam menulis, kalau susah atau kesusahan dalam kehidupan, tulis. Minimal melakukan katarsis, jiwa plong. Susahnya berkurang. Susahnya menulis saja bisa ditulis, apalagi yang mudah he he.
Bagaimana menurut Sampeyan?
Esai ini sarat akan inspirasi dan dapat memberikan motivasi bagi seseorang untuk menulis, dalam uraiannya betapa menulis bisa dilakukan oleh siapa saja, dengan tema apa saja. Berawal dari niatan tersebut bukan tidak mungkin sebuah tulisan layak untuk dibaca.
BalasHapus