Sebatang ilalang berdaun kuning, hujan
terlambat datang. Musim garang meminta elang
menukik di kejauhan. Pekik ayam jantan,
bunyi angin parau dari bukit mencipta sunyi.
Sepotong akar harus terbenam berapa dalam, menunggu
kabut menjadikannya embun. Sepucuk surat
dari parau ayam jantan, menanti alamat nasib
dari ujung paruh maut. Di tebing-tebing batu dan debu,
angin memukul sampai ke hati.
Sepotong akar ilalang harus terlambat berapa dalam, hingga pucuk bersemi
mengucap selamat pagi. Seuntai hati harus tersiksa berapa pedih,
hingga tiba luka dan cinta saling mengerti. Untuk penantian suara yang panjang,
ia menahan hasrat cinta tanpa luka, tanpa deru dari batu,
tanpa lubang dari tebing, yang menggiring sunyi asal segala bunyi.
Seperti doa rintih ayam betina untuk anak-anaknya, tanpa menyakiti siapa-siapa.
Tolong katakan pada hujan, bagaimana menghadang cinta yang terlambat datang?
Sebatang ilalang berdaun kuning, menjaring kabut menahan duka selamat pagi,
pada matahari yang melenyapkan embun sebelum siang.
Angin telah mengirim kabar dari bukit, tentang sepasang elang yg terbang gagah
menuju langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!