(I)
Beribu tahun silam-semilam
tlatah Jawa bersinambungan
kepulauan Sumatera, Madura,
Bali, subur bencah tanahnya
hewan-gemewan, tumbuhan
berjuta-juta ragam jenisnya.
Namun suasana angker menyelimuti
tidak seorang pun berani bersinggah
siapa yang menginjakkan kakinya
berselimut kabut dijemput maut
hanya setan-dedemit menghuni.
(II)
Sampailah babak Raja Rum dapat perintah
dari Hyang Suksma lewat bertapa
wangsitnya mengutus Patih Amirulsyamsu
menyeberangi lautan
mengarungi gelombang demi gelombang.
Ombak mengombak menuju kaki Dwipa
bersama Raja Pandhita Utsman Aji
membuat tumbal demi kelestarian nanti
lima ekor burung perkutut diasmak
atas guyuran air rajah.
(III)
Terbang sudah kelima burung perkutut
atas perintah Raja Pandhita
mengusir setan-dedemit dari lemah Dwipa.
Perkutut pertama terbang ke arah wetan
mengobrak-abrik setan-dedemit
ke pojok wetan pulau Jawa.
Perkutut kedua mengepak beterbangan
mengusir setan-dedemit sampai segara kidul.
Perkutut ketiga menembus kabut pepohonan
melabrak setan-dedemit ketakutan
pada pinggir dataran Jawa kulon.
Perkutut keempat mengapungkan kibasan sayap
setan-dedemit tunggang-langgang ke pantai utara.
Dan perkutut kelima berputar melayang-layang
menyapu setan-dedemit di pusaran tanah Jawa.
(IV)
Setan-dedemit bersembunyi ke dasar laut
ke jurang-jurang cadas ke goa-goa kelam
bersamaan pula terdengar gemuruh guruh
dari timur selatan utara barat bersahut-sahutan.
Gempa bumi mengamuk mengguncang angin taupan
menumbangkan pohon menancapkan dahan pedang
pegunungan hancur berkeping.
(V)
Gunung Merapi terpenggal dan potongannya terlempar
jadilah gunung Kelud, demikian pula nasib gunung Wilis
tanah longsor air meluap, pepohonan lebur terbakar.
Dan setelah berselang masa-masa angkasa gelap
berubah terang-benderang segemintang membiak.
(VI)
Kelima burung perkutut tetap hidup turun-temurun
menjelma raja-raja dalam perkampungan keramat.
Dan mungkin di antara perkutut yang kita pelihara
anak turun raja-raja perkutut pemiliki tenaga gaib
pemberian Raja pandhita.
*) Lirik cerita dari ramalan Jangka Jayabaya Gancaran.
1997 Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!