Oleh Tajuddin Noor Ganie, M. Pd
Jagat sastra Indonesia di Kalsel selama ini identik dengan puisi. Dari 222 satrawan Kalsel yang aktif menulis karya sastra pada kurun waktu 1930-1999, tercatat 215 orang diantaranya adalah penulis puisi. Ini berarti hanya 7 orang yang sama sekali tak pernah menulis puisi. Penulis cerpen tercatat 87 orang, penulis esei sastra tercatat 58 orang, dan penulis novel tercatat 18 orang (Ganie, 2002:177. Profil Sastrawan Kalimantan Selatan, skripsi belum diterbitkan).
Prihatin dengan situasi itu maka tahun 2000-an, aku dan kawan-kawan pernah menulis surat bersama yang ditujukan kepada Redaktur Desk Dahaga SKH Banjarmasin Post agar berkenan membuka rubric baru untuk memuat karya sastra bergenre cerpen, dan jika perlu novel (cerita bersambung).
Lama tidak ada tanggapan, namun belakangan ini SKH Banjarmasin Post telah memuat karya sastra bergenre cerpen pada setiap edisi Minggu. (Aku kira tidak ada hubungannya dengan surat bersama yang kami kirimkan sebelumnya, karena
Redaktur Desk yang kami kirimi surat bersama berbeda orangnya dengan Redaktur Desk yang sekarang ini). Para cerpenis pemula tampaknya lebih diprioritaskan oleh Redaktur Desk Cerpen SKH Banjarmasin Post. Kebijakan yang sangat baik karena para cerpenis pemula bagaimana pun juga harus diberi tempat yang lapang untuk berekspresi di ruang public.
Ketika memegang rubric sastra Cakrawala di SKH Radar Banjarmasin, Sandi Firly mengaku bersengaja memberikan ruang yang lebih lapang kepada karya sastra bergenre cerpen. Hal ini diungkapkannya pada kesempatan berbicara di depan peserta diskusi sastra modern di Gedung PWI Kalsel , Kamis, 20 September 2012 yang lalu.
“Tahun 2000-2008, ini adalah masa di mana saya bekerja sebagai wartawan, dan kemudian menjadi redaktur sastra di Radar Banjarmasin, yang kelak halaman sastra itu saya beri nama Cakrawala. Mulai saat itu juga, mungkin karena keterarikan saya terhadap cerpen, juga karena didorong ingin mengairahkan penulisan prosa yang saya anggap berjalan lamban (terlihat dari sebagian besar sastrawan Kalsel adalah penyair), saya banyak memberikan ruang untuk penulisan cerpen.”
“Saban minggu saya beruhasaha menerbitkan karya cerpen. Sambil pula saya berkenalan dengan para sastrawan, termasuk generasi muda (mahasiswa) . Kepada mereka inilah saya banyak berdiskusi tentang cerpen. Namun ini bukan berarti saya tidak memperhatikan karya-karya puisi. Saya tetap memberikan ruang bagi puisi. Keinginan saya untuk lebih mendorong penulisan prosa (cerpen) ini mendapat tanggapan, cukup memotivasi para penulis muda.”
Tahun 2010, Sandi Firly pindah bekerja ke SKH Media Kalimantan setelah sebelum sempat bekerja di SKH Radar Bandung. Sama seperti di SKH Radar Banjarmasin tempo hari, sandi juga membuka rubric cerpen di SKH Media Kalimantan ini, nama rubriknya Tepi Langit.
Nah, ditambah dengan Tabloid Serambi Ummah yang sudah duluan membukanya (setiap hari Jum’at), maka ini berarti di Kalsel sekarang ini ada 3 koran dan 1 tabloid yang secara rutin membuka rubric cerpen (koran lain membuka rubric cerpen pada setiap edisi hari Minggu).
Ketersediaan ruang public untuk berekspresi secara terbuka ini membuat para cerpenis Kalsel semakin terpicu gairahnya untuk menulis cerpen secara lebih serius lagi.
Berdasarkan data yang diolah pada tahun 2002 yl, kegiatan menulis puisi, cerpen, dan esei sastra, tampaknya sudah kondusif, yang belum kondusif adalah kegiatan menulis novel (cerita bersambung).
Dulu di tahun 1980-an, SKH Banjarmasin Post tercatat beberapa kali memuat novel karangan Darmansyah Zauhidie alm, Ahmad Basuni alm (Ambang Keruntuhan Kerajaan Banjar, 1989), dan Ian Emti alm. Namun, sudah dua puluhan tahun ini SKH Banjarmasin Post tidak lagi memuat novel secara bersambung.
Pada tahun 1980-an itu juga, Kony Fahran berhasil memublikasikan beberapa judul novelnya di SKH Sinar Pagi Jakarta dan Majalah Putri Jakarta (dimuat sebagai cerita bersambung). Sayang sekali, tidak satu judul pun yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang refresentatif. Jika naskah novel-novel dimaksud masih disimpan oleh Kony Fahran, maka tidak ada salahnya jika novel-novel dimaksud diterbitkan kembali dalam bentuk buku yang refresentatif pada masa-masa sekarang ini.
Tahun 1987, novel karangan Burhanuddin Soebely alm berjudul Refortase Rawa dimuat di Majalah Femina Jakarta (1987). Selanjutnya tahun 1991, novelette karangan Ahmad Fahrawi alm berjudul Dan Kapal pun Bertolak diterbitkan sebagai bonus sisipan di Majalah Kartini Jakarta. Tahun 1992, diplagiat orang menjadi naskah sinetron televise berjudul Suratan tak Sampai.
Tradisi pemuatan novel kembali dihidupkan oleh Sandi Firly di SKH Radar Banjarmasin dan SKH Media Kalimantan. Termasuk di antaranya novel saya berjudul Tegaknya Masjid Kami (sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Tuas Media Publisher, Kertak Hanyar, Kalsel, 2012), Burhanuddin Soebely (Bulan Sunyi Kambang Tarati, ditulis dalam bahasa Banjar, 2005), dan novel Rumah Debu karangan Sandi Firly yang sangat fenomenal itu karena kemudian berhasil meraih tempat terhormat dalam ajang Ubud Writer and Readers Festival (UWRF) tahun 2011 yang lalu.
Meskipun di Kalsel tidak tersedia tempat yang lapang untuk berekspresi secara terbuka, namun, para novelis di Kalsel tidak berkecil hati sebaliknya malah dengan percaya dirinya berani mengadu nasib berkompetesi mengukir prestasi bersaing dengan para novelis lain di berbagai tempat di luar Kalsel.
Sepanjang tahun 1980-2006, Pusat Perbukuan Nasional Depdiknas Jakarta menyelenggarakan lomba penulisan naskah buku pengayaan untuk bahan bacaan bagi anak-anak dan remaja. Ada 3 sastrawan Kalsel yang sering tampil sebagai pemenang lomba penulisan naskah buku bahan bacaan pengayaan ini, yakni Djarami M (DM), Iwan Yusi (IY), dan Jamal T. Suryanata (JTS). Berkat kemenangan mereka itu, maka cerita anak-anak yang mereka tulis dalam bentuk novel ini diterbitkan oleh berbagai perusahaan penerbitan di Jakarta dan Yogyakarta. Biaya penerbitannya ditanggung oleh Pusat Perbukuan Nasional Depdiknas Jakarta.
Berikut ini adalah daftar novel karangan DM, IY, dan JTS dimaksud.
1. Kembang Kangkung Danau Bangkau, DM, 1985, Mitra Gama Widya Yogyakarta.
2. Loksado di Sini Kami Satu Hati, DM, Proyek Depdikbud Jakarta,
3. Haratai, DM
4. Katepel, DM, Adicitra Karya Nusa Yogyakarta,
5. Lelehe, Adicita Karya Nusa Yogyakarta,
6. Sangga Langit, DM, Adicita Karya Nusa Yogyakarta,
7. Langit Senja Negara Dipa, DM, Adicita Karya Nusa Yogyakarta), dan
8. Sindang Langit Tanah Air Mata, DM, Adicita Karya Nusa Yogyakarta).
9. Dongeng Dongeng Musim Libur IY, 1992
10. Misteri Padang Galam, IY, Balai Pustaka Jakarta, 1994),
11. Mungkur Kambing, IY, Mitra Gamawidya Yogyakarta, 1995,
12. Untuk Sebuah Pengabdian , JTS, PN Balai Pustaka Jakarta, 1995
13. Tanah Kenangan, IY, Riyadi Putra Jakarta, 1995,
14. Kabut Murung Kayu, IY, Mitra Gamawidya Yogyakarta, 1997,
15. Anak Anak Balai, IY, Mitra Gamawidya Yogyakarta, 1998,
16. Jingah, IY, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 1998,
17. Di Bawah Matahari Terminal, JTS, Adicita Karya Nusa Yogyakarta, 2001,
18. Kantauan, IY, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 2004,
19. Luksado, IY, Adicita Karya Nusa Yogyakarta, 2004. Boneka untuk Brenda, JTS, Jakarta, 2005
20. Penyesalan Sang Pemburu, JTS, Pabelan Cerdas Nusantara, Jakarta, 2005 ,
Berkat prestasinya yang menonjol sebagai penulis cerita anak-anak ini, IY pada tahun 2006 menerima Anugerah Kebudayaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.
Berbeda halnya dengan DM, IY, dan JTS yang berhasil menerbitkan buku cerita anak yang ditulisnya dalam bentuk novel melalui jalur prestasi menang lomba Pusat Perbukuan Nasional Depdiknas Jakarta, Lan Fang berhasil menerbitkan novel-novelnya melalui jalur yang konvensional, yakni berhasil memikat hati redaktur desk novel di perusahaan penerbitan Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Tahun 2004, novel Lan Fang berjudul Reinkarnasi dan Pai Yin diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Disusul kemudian oleh Kembang Gunung Purei (2005), Perempuan Kembang Jepun (2006), Lelakon (2007), Ciuman di Bawah Hujan (2010), dan Tanda Tanya (2012). Semuanya diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Tahun 2005, Farah Hidayati dengan novelnya berjudul Rumah Tumbuh berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama dalam sayembara menulis novel remaja yang diselenggarakan oleh PT Grasindo Jakarta. Novel ini sudah diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan judul yang sama pula pada tahun 2005 itu juga.
Novelis lain yang juga telah berhasil menempatkan namanya sejajar dengan para novelis Indonesia lainnya adalah Randu Alamsyah dengan novelnya berjudul Jazirah Cinta (Penerbit Pustaka Zahra Jakarta, 2008). Novel ini berhasil meraih minat beli yang sangat signifikan di pasaran buku novel di tanah air kita.
Tahun 2011, tercatat ada 3 orang sastrawan Kalsel yang menerbitkan novelnya, yakni Rico Hasyim dengan novelnya berjudul Minggu Raya (Penerbit Minggu Raya Press Banjarbaru). Sebelumnya novel ini dimuat secara bersambung di SKH Media Kalimantan. Menyusul kemudian Hamami Adabi menerbitkan novelnya berjudul Seteguk Rindu (Banjarbaru), AF Ramadhani menerbitkan novelnya berjudul Kebijakan Cinta (Penerbit Sahabat Kandangan, Cetakan II, 2011).
Tahun 2012, merupakan tahun di mana gairah menulis novel sepertinya bangkit lagi di kalangan sastrawan Kalsel. Mahmud Jauhari Ali sepanjang tahun 2012 telah berhasil merampungkan penulisan lima judul novel sekaligus, Cinta Tepi Geumho, Kudekap Hatinya di Bawah Langit Seoul, Galaupolitan, Sebait Cinta di Bawah Langit Kairo, My Love Is A White Hacker). Semuanya diterbitkan secara nasional oleh Penerbit Araska, Yogyakarta. Pada awal tahun 2013, Penerbit yang sama berkenan menerbitkan novel Mahmud Jauhari Ali berjudul Cinta di Tepi Gaza. Sebelumnya dua novel Mahmud Jauhari Ali yang berjudul Lelaki Lebah dan Sepasang Matahari diterbitkan pada tahun 2011 oleh Penerbit Tuas Media.
Eche Subski S., novelis dari Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, menerbitkan novelnya berjudul Lelaki Duka (Penerbit Tinta Hitam Mata Hati, Batulicin, 2012).
Hamami Adaby yang selama ini dikenal sebagai seorang penulis puisi, tahun 2012 ini tampil dengan sangat meyakinkan sebagai seorang novelis. Tidak kurang 2 judul novelnya telah diterbitkan sepanjang tahun 2012, yakni Perempuan Hujan, dan Pertemuan Haram. Bahkan dalam waktu dekat akan menyusul novel berjudul Kamar itu Telah Kosong. Tahun 2011, Hamami Adabi telah menerbitkan novelnya yang pertama berjudul Seteguk Rindu (sudah cetak ulang ke dua).
Setelah sukses dengan novelnya berjudul Jazirah Cinta (2011), tahun 2012, Randu Alamsyah semakin mengokohkan reputasinya sebagai penulis handal dengan menerbitkan novelnya yang kedua Selalu Ada Kapal untuk Pulang.
Hafiez Aliyatul Anwar, 12 Maret 2012 meluncurkan novel perdananya yang langsung suskses di pasaran buku nasional, yakni Bulan Sabit di Langit Burniau (Penerbit Mahameru Yogyakarta). Peluncuran dilakukan di berbagai tempat di Kalsel, antara lain di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
Terbetik berita novel Sabhan berjudul Kerajaan Setan & Jagat Indonesia baru saja selesai ditebitkan oleh Penerbit Aswaja Pressindo Yogyakarta.
Khabar paling baru adalah peluncuran ulang novel Zulkipli L. Muchdi berjudul Asmara di Atas Haram di Toko Buku Gramedia Duta Mall (28 September 2012) dan Aula IAIN Antasari Banjarmasin (29 September 2012). Sebelumnya novel ini telah diluncurkan di Aula Student Centre Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (31 Mei 2012).
Tradisi penulisan roman/novel di kalangan sastrawan Kalsel sudah dimulai sejak tahun 1940-an, ketika itu Merayu Sukma (Banjarmasin, 1914) tampil sebagai penulis roman/novel yang paling fenomenal di tanah kita. Hanya saja, karena ia memilih jalur penerbitan di luar Balai Pustaka, maka roman/novel karangannya luput dari perhatian public sastra dari kalangan akademik dan penulis buku-buku sejarah sastra.
Roman/novel Merayu Sukma yang terbit pada tahun 1940, setidak-tidaknya telah terbit 6 judul yakni.
1. Kunang-kuning Kuning, 1940. Medan : Penerbit Bokh Cerdas.
2. Berlindung Dibalik Tabir, 1940. Medan : Penerbit Bokh Cerdas.
3. Menanti Kekasih Dari Mekah, 1940. Medan : Penerbit Dunia Pengalaman.
4. Teratai yang Terkulai, 1940. Medan : Penerbit Dunia Pengalaman.
5. Yurni Yusri, 1940. Medan : Penerbit Cerdas.
6. Sinar Membuka Rahasia, 1940. Medan : Penerbit Cerdas.
(Ganie, 2010:274-277)
Roman/novel Merayu Sukma di atas tidak diterbitkan oleh Balai Pustaka tetapi diterbitkan oleh sejumlah penerbit swasta di kota Medan. Ini berarti Merayu Sukma sesungguhnya lebih patriotik atau bahkan lebih nasionalis dibandingkan dengan sastrawan Indonesia sezaman yang bersedia tunduk kepada aturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda dalam hal penulisan karya sastra (Nota Rinkes, 1920).
Pada zaman kolonial Jepang 1942-1945, Merayu Sukma semakin memantapkan posisinya sebagai romanis/novelis. Roman.novel karangannya berjudul Putra Mahkota yang Terbuang (Penerbit Syaiful Medan, 1943) merupakan satu-satunya roman yang terbit di tanah air kita pada zaman kolonial Jepang.
Masih di zaman kolonial Jepang, Merayu Sukma berhasil menorehkan prestasi yang gemilang yakni sebagai pemenang pertama dalam menulis naskah drama yang diselenggarakan oleh Keimin Bunka Shidoso pada tahun 1943.
Selepas zaman kolonial Jepang, yakni zaman orde lama 1945-1949, Merayu Sukma menerbitkan 8 judul roman, yakni.
1. Dalam Gelombang Darah, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
2. Gema Dari Menara, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
3. Pahlawan Pedih, 1946. Medan : Penerbit Usaha Merdeka.
4. Menurutkan Jejak di Padang Pasir, 1948. Medan : Penerbit Cerdas.
5. Mariati Wanita Ajaib, 1949. Medan : Penerbit Cerdas.
6. Kawin Cita-cita, 1949. Medan : Penerbit Sinar Harapan.
7. Di Lereng Hayat, 1949. Medan : Penerbit Cerdas.
8. Jurang Meminta Kurban, 1949. Medan : Penerbit Cerdas.
(Ganie, 2010:274-277)
Sezaman dengan masa kejayaan Merayu Sukma, ada sastrawan Kalsel lainnya yang juga dikenal sebagai penulis roman/novel, yakni.
1. Abdul Hamid Utir dengan roman/novelnya berjudul Kucing Hitam (Banjarmasin, 1930),
2. Hasan Basry dengan roman/novelnya berjudul Amanat Ibu (Kandangan, 1935).
3. Ramlan Marlim dengan novelnya berjudul Air Mata Nurani (Yogyakarta, 1937),
4. Hadharyah M. Sulaiman dengan novelnya berjudul Suasana Kalimantan (Penerbit Cendrewasih Medan, 1941).
Akibat penerbitan roman/novel ini Hadharyah M. Sulaiman (pengarang) dan Matumona (pemilik penerbitan) dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah colonial Belanda karena roman/novel ini dinilai subversive. Hadharyah M. Sulaiman sendiri dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
(Aziddin, 1975:43)
Selepas kejayaan Merayu Sukma, kegiatan menulis roman/novel dilanjutkan oleh romanis/novelis Kalsel, yakni.
1. Aliansyah Ludji dengan 3 judul novelnya, yakni Bom Meletus di Balikpapan (Banjarmasin, 1947), Memperebutkan Mawar di Candi Agung (Penerbit Getaran Masyarakat Banjarmasin, 1955), dan Intan Berlumur Darah (Penerbit Firma Widya Badung, 1956),
2. Artum Artha dengan 3 judul novelnya berjudul Kumala Gadis Zaman Kartini (Banjarmasin, 1949), Tahanan Yang Hilang (Penerbit Pustaka Dirgahayu Balikpapan, 1950), dan Kekaksihku Rokhayanah (Penerbit Mayang Mekar Banjarmasin, 1951),
3. Gomberan Saleh dengan novelnya berjudul Affair di Tanjung Silat (Banjarmasin, 1956).
(Aziddin, 1975:43)
Setelah itu kegiatan penulisan novel oleh sastrawan Kalsel mengalami kevakuman, tidak ada lagi sastrawan Kalsel yang tercatat menerbitkan novelnya selama kurun waktu 1957-1977).
Tahun 1978, Ian Emti (Ir. H. Daliansyah MT) memecahkan kevakuman itu dengan novelnya berjudul Pada Sebuah Rumah. Sebelum diterbitkan dalam bentuk buku yang refresentatif, Ian Emti dengan novel ini berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama dalam sayembara penulisan novel yang diselenggarakan oleh Penerbit Cypres Jakarta.
Berkat prestasinya itu, Penerbit Cypres Jakarta tidak hanya menerbitkan novelnya berjudul Pada Sebuah Rumah, tetapi juga menerbitkan 2 judul novelnya yang lain, yakni Perawan Tapi Hamil, dan Insan-insan Pop
Tahun 2011, terbetik berita ada wacana untuk menjadikan lomba menulis novel sebagai salah satu agenda lomba dalam Aruh Sastra Kalsel pada tahun-tahun mendatang. Wacana ini kukira sangat konstruktif sebagai upaya kita bersama untuk memberikan wadah berekspresi yang kondusif bagi para penulis novel Kalsel yang diam-diam ternyata cukup banyak juga jumlahnya, dan beberapa diantaranya sudah pula menunjukkan prestasi yang sangat membanggakan.
Paling akhir, sebagai penutup tulisan ini izinkan aku berharap, semoga di masa-masa yang akan datang semakin banyak lagi sastrawan Kalsel yang berhasil menerbitkan novelnya. Tidak hanya novel, tetapi juga antologi puisi, antologi cerpen, antologi esei sastra, antologi naskah drama, dan buku-buku teori sastra, dan buku-buku ajar di bidang sastra. Insya Allah.
BAHAN RUJUKAN
Aziddin, Yustan. 1975. Data Seni Sastra, dimuat dalam Laporan Hasil Penelitian data Kesenian Daerah Kalsel. Banjarmasin : Penerbit Proyek Pengembangan Kesenioan daerah, Kantor Wiulkayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan.
Eneste, Pamusuk. 2001. Bibliografi Sastra Indonesia. Magelang : Indonesia Tera
Eneste, Pamusuk. 2001. Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas
Ganie, Tajuddin Noor. 2002. Profil Sastrawan Kalsel 1930-1999. Banjarmasin : PBSID STKIP PGRI. Skripsi tidak diterbitkan.
Ganie, Tajuddin Noor. 2002. Antologi Biografi 599 Sastrawan Kalsel. Banjarmasin : Rumah Pustaka Karya Sastra Pusat Pengkajian Masalah sastra Kalimantan Selatan.
Ganie, Tajuddin Noor. 2012. Sejarah Lokal Kesusastraan Indonesia di Kalsel 1930-2011. Banjarmasin : Tuas Media Publisher Kertak Hanyar, Kalsel.
Hasanuddin WS, 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung : Titian Ilmu. Cetakan II
Mahayana, Maman S. 2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia : Sebuah Orientasi Kritik. Jakarta : Bening Publishing. Cetakan I.
Rampan, Korrie Layun. Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Zaidan, dkk, Abdul Razak. 1994. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya. Cetakan I.
Sebuah referensi yang sangat bagus dan komplit. Terimakasih Bang TNG.
BalasHapusTerima kasih, Zulfaisal Putera
Hapusresensi yang sindang langit tanah air mata
BalasHapusSemoga Pak TNG selalu sehat untuk berkarya dan meng-update blog ini!
BalasHapus