Sabtu, 28 April 2012

SEBILAH BULAN DI SAPUTANGANMU


:Kang Arief


Kang, masihkah teringat?

Pongah malam yang mencabik jalan-jalan menuju rumahmu

Kali itulah aku tahu, sebilah bulan terselip

Menerjemahkan yang tiada bisa diingkar

Ada sebab dan niscaya, katamu, dan kita sebagai pemantik

Atasnya inap atau berbenah diri meninggalkan

Bayangan yang tak pernah sudi menatap kita

: tubuh kita

Ya. Aku paham, setiap yang terberiNya

Soal ikhwal kemutakhiran alam

Dan rencana

Kita tak boleh mundur!

Kita pun pantang gentar

mengasuh

Mata dan dada. Biar tiada berat lengan memikul

Biar tiada kantuk membenamkan pelupuk


Kita hidup untuk mengigau, katamu lagi

Kita membangun arah dari mimpi-mimpi yang bersembunyi di jendela

Lantas perahu-perahu kecil berlayar beriringan

Menyanyikan lagu-lagu (debar) sungai atau laut atau

Yang lainnya. Demi yang tiada pernah

disangka, cuma melangkah yang bisa dikejar

biar simpul mematikan dirinya bersama waktu

saat kau pahami apa yang memingitmu, katamu dalam tatap

yang selalu sama ; tatap seorang yang lama menanti kabar dari jauh


masihkah terencana, kang ?

ketika kehilangan yang bukan mustahil akan bertandang, akan kita bawa

Berhimpun kemenangan atasmu, atasku, atas angan-angan

Yang pernah mampir di beranda

Tapi harapku, semoga perpisahan hanya tentang jarak dan pulsa

Sebab, pertemuan yang kerap kita rencakan dan sepakati

Belum sempurna untuk kita tuntaskan

Tahukah, sesungguhnya tiada batas antara guna dan percuma

Kecuali mampu menandai lebih tegas

Di mana menaruh diri dan bayangan lebih pantas

Dan tentang percakapan kita, lebih purnama dari sebilah

bulan di dalam rumah

Dan malam-malam, itu.



by Lina Kelana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAKAN ANDA BERKOMENTAR!